Minggu, 29 Mei 2022

EKSPLORASI KONSEP PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 Apakah kepemimpinan murid  ?

Dari paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus menjadi dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,  kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?

 “Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]”

Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Kepemimpinan Murid (Student Agency)

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.  Peran kita adalah:

  1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
  2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”.  Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui  tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”  ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.

Kepemimpinan Murid (Student Agency)

Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.

Konsep kepemimpinan murid  sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak  secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.

Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:

  • berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
  • menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
  • menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
  • menunjukkan rasa ingin tahu
  • menunjukkan inisiatif
  • membuat pilihan-pilihan tindakan
  • memberikan umpan balik kepada satu sama lain.

 Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:

  • berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif  murid-murid mereka.
  • memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan  proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
  • mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka.
  • menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko.
  • mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
  • menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.

 Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut ini.


Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila

Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat  mewujud sebagai pelajar Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi yang memerdekakan bangsanya.    

Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:

  • beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
  • berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih murid-murid kita untuk memiliki  pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global. 
  • mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid  untuk terlibat dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas.
  • mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
  • dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk  membuat pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. 
  • kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas  permasalahan tersebut

Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.  Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.

Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid?  Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1.     Suara Murid (voice) 

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.  Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “suara  murid”:

  1. Membangun budaya saling mendengarkan.
  2. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
  3. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
  4. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
  5. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  6. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
  7. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
  8. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
  9. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.
  10. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
  11. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
  12. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
  13. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk  bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
  14. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
  15. Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?

 

2. Pilihan Murid (Choice) 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016)  dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid  kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.  Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016).   Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka?  Ada banyak cara yang dapat dilakukan.  Berikut ini adalah beberapa contoh  bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
  4. Memberikan murid  kesempatan untuk memilih kelompok.
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola  pengaturan kegiatan.
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting,  untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
  9. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
  10. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
  11. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
  12. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.

Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?

 3. Kepemilikan Murid (ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid  berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar.  Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “kepemilikan  murid”:

  • Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
  • Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
  • Merespon umpan balik yang diberikan murid.
  • menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka..
  • Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
  • Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid )
  • Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
  • Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
  • Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
  • Melakukan self assessment
  • Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  • Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru.  Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan.  Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur  Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid

Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut ini.

Situasi 1

Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki  rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya.  Karena murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar.  Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid,  Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian  memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang  untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif.

 Situasi 2

Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana  (misalnya tuas, katrol,  bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait  pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut,  ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan  permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi  gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir  saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok star  itu pun selesai diperbaiki.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid

Situasi 3

Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari. Instruksinya  cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar.  Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni.  Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama orang tua.

Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:

di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.

Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah.  Choice Board dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan, mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya. Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu (biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan, tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya: pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.

 Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan.  Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan,  guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.  Pak Bahri pun merasa senang.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid

Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut ini.

Situasi 1

Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki  rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya.  Karena murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar.  Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid,  Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian  memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang  untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif.

 Situasi 2

Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana  (misalnya tuas, katrol,  bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait  pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut,  ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan  permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi  gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir  saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok star  itu pun selesai diperbaiki.

 Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid

Situasi 3

Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari. Instruksinya  cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar.  Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni.  Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama orang tua.

Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:

di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.

Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah.  Choice Board dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan, mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya. Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu (biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan, tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya: pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.

 Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan.  Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan,  guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.  Pak Bahri pun merasa senang.